"Kapan nikah?"
Bagi orang yang menunda menikah karena alasan-alasan yang sepele.Mungkin pertanyaan ini jadi momok tersendiri.Betapa tidak?.Dia menunda nikah karena belum kelas S 2 misalnya.Atau karena masih suka sendiri.
Namun berbeda tentu dengan jomblo yang berkualitas.Bayangkan ulama seperti Imam an-Nawawi penulis Kitab Riyadhussholihin.Belum sempat menikah sampai tiba ajalnya.
Apakah kita lantas mencela beliau?
Beliau di dalam ke jomblo annya sangat sibuk dengan ilmu dan menulis serta mengajarkan ilmu.Berdakwah sampai lupa akan sesuatu yang penting dirinya.
Adapun alasan umum orang menunda nikah seperti:
-Masih ingin fokus pada karirnya
-Belum siap menjadi ayah/berkeluarga
-Belum yakin dengan pasangannya (kekasihnya)
-Merasa masih punya banyak waktu
-Takut tidak bisa membahagiakan pasangannya
-Trauma akibat kegagalan pernikahan orang tuanya
-Merasa harus membahagiakan orang tua dan keluarga terlebih dahulu
-Merasa belum menemukan seseorang yang tepat
-Belum memiliki cukup modal
-Masih terpaku pada cita-cita
-Memiliki prioritas yang lain
-Memiliki banyak aktivitas
Maka diantara alasan-alasan itu umumnya ada solusi dan tidak bisa menjadi alasan utama untuk menunda pernikahan.
Lantas apa alasan ulama yang menunda pernikahan?
Padahal ada hadits Nabi :
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ؛
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. (متفق عليه)
“Wahai para pemuda…! Siapa saja
diantara kalian yang telah mampu maka hendaklah dia menikah, karena
menikah itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, dan siapa
yang belum mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu adalah
penekan nafsu syahwat. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Hadits diatas dan hadits lain yang serupa juga menunjukkan bahwa menikah adalah sunnah Nabi.
Maka perhatikanlah tiga alasan terakhir :
-Memiliki prioritas yang lain
-Memiliki banyak aktivitas
Inilah diantara penyebab para ulama yang menunda bahkan TIDAK menikah sama sekali.Cita-cita dakwah dan karya yang banyak.prioritas dakwah dan mengajar yang terus-menerus sampai lupa akan menikah.Itulah penyebab banyaknya aktivitas.
Antara Menuntut Ilmu Dan Menikah
Tidak
ada yang meragukan bahwa menikah merupakan sunnah Nabi SAW. Di sisi
yang lain menuntut ilmu merupakan amalan yang sangat mulia. Bahkan
Rasulullah SAW dalam hadits-hadits beliau banyak memuji para penuntut
ilmu. Salah satu hadits tersebut adalah sabda beliau SAW:
{فضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب وإن العلماء ورثة الأنبياء وإن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما وإنما ورثوا العلم فمن أخذه أخذ بحظ وافر} (رواه أبو داود والترمذي).
“Keutamaan seorang yang berilmu di
banding ahli ibadah (yang tidak berilmu) seperti keutamaan bulan atas
seluruh bintang-bintang, sungguh para ulama adalah ahli waris para nabi,
sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, akan
tetapi mewariskan ilmu, siapa yang mengambilnya maka hendaklah mengambil
bagian yang banyak”. (HR.Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Itulah
kemuliaan ilmu. Warisan para nabi wang diwariskan kepada para ulama.
Tiada yang menyamai tingkatan kenabian, akan tetapi ilmu lah yang berada
di bawah tingkat kenabian tersebut.
Para
ulama bagaikan matahari yang dengan sinar ilmunya mereka menerangi
gelap kebodohan dunia. Mereka bagaikan bintang yang menjadi petunjuk
bagi umat manusia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Nabi SAW
mengatakan kepada Ali ibn Abi Thalib jika dia menjadi sebab seorang saja
mendapat petunjuk maka hal itu lebih baik baginya dibanding unta merah.
Dalam riwayat yang lain dikatakan lebih baik dari dunia dan seluruh
isinya.
Imam al-Khathib al-Baghdadi menjelaskan dalam kitab al-Jami’ Lii Akhlaqi ar-Rawi Wa Aadabi as-Sami’:
“Dianjurkan agar penuntut ilmu membujang sampai batas yang memungkinkan
baginya, karena kesibukannya dalam menunaikan hak-hak suami istri dan
mencari penghidupan akan menghalanginya untuk menuntut ilmu”.
Bahkan
Imam Sufyan at-Tsauri mengatakan: ”Siapa yang telah menikah berarti dia
telah mengarungi samudra, jika telah lahir seorang anak maka dengan itu
perahunya hancur”. Maksudnya seorang yang telah menikah dan juga telah
dikaruniai anak maka otomatis waktunya untuk mencari ilmu akan berkurang
atau bahkan tidak ada sama sekali.
Imam Ibnul Jauzi dalam kitab Shaid al-Khathir
berkata: “Saya memilih bagi penuntut ilmu yang masih pemula agar
menghindari untuk menikah sesuai kemampuannya, bahkan Imam Ahmad ibn
Hanbal tidak menikah sehingga umur beliau mencapai empat puluh tahun”.
Sebuah hal yang mencengangkan datang dari sebuah ungkapan salah seorang ulama:
ذُبِحَ العلمُ بين أفخاذِ النساءِ
“Ilmu itu telah disembelih diantara paha para wanita”.
Artinya
kenikmatan menikahi seorang wanita terkadang dapat menjadikan seseorang
berhenti untuk menuntut ilmu. Ungkapan yang lain menyebutkan: “Ilmu itu
telah hilang dalam paha para wanita”.
Perlu
kita ingat bahwa para ulama pada masa itu harus melakukan perjalanan
melintasi kota atau bahkan melintasi negara untuk menuntut ilmu. Maka
jelas berkeluarga pada saat itu dapat menghambat dan menghalangi mereka
untuk menuntut ilmu. Hal tersebut mungkin agak berbeda dengan zaman kita
sekarang.
Siapa Saja Ulama Yang Tidak Menikah?
Dalam
hal ini banyak ulama yang mengorbankan diri mereka untuk tidak menikah
demi berkhidmah pada umat islam dalam hal menuntut dan mengajarkan ilmu
agama. Hanya saja pada tulisan ini saya hanya akan menyebutkan beberapa
nama di antara mereka yang memang namanya sudah sangat masyhur di
kalangan umat islam. Sebut saja Imam ibnu Jarir ath-Thabari, Imam
an-Nawawi, begitu juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Ilmu Adalah Warisan Para Nabi
Lantas adakah sesuatu yang lebih besar dibandingkan ilmu yang merupakan warisan para nabi? Maka urusan wanita bagi para ulama dibandingkan dengan ilmu merupakan hal yang kecil.
Kebutuhan
umat terhadap ilmu agama sangat besar. Maka sangatlah wajar jika ulama
(ahli waris nabi) merasa mendapatkan amanah yang begitu besar untuk
berkhidmah bagi umat islam. Begitu besarnya amanah dan tanggung jawab
yang mereka emban menjadikan urusan wanita menjadi sangat kecil. Bahkan
Itulah pengorbanan para penuntut ilmu. Maka pantaslah jika Allah SWT meninggikan derajat mereka. Allah SWT berfirman:
{يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ}(الحجرات : 11)
"Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan”. (QS.al-Mujadilah : 11)
Itulah alasan penulis yang membuat hampir lupa dan menunda pernikahan.Dakwah dan Ilmu